Ambon, Fajarmanado.com–Di era keterbukaan informasi publik, Dinas Kehutanan Provinsi Maluku mendapat sorotan tajam. Bahkan, membuat geram Komisi II DPRD Provinsi Maluku.
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Maluku, Yan Sairdekut tak kuasa menahan vokal ketika rapat Komisi II bersama Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, digelar di ruang Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Senin, 10 Februari 2025.
Yan Sairdekut, yang juga Ketua Komisi II ini menilai bahwa pihak Dinas Kehutanan Provinsi Maluku tidak transparan terkait Dana Reboisasi dan Dana Bagi Hasil (DBH) pada PT Karya Jaya Berdikari (KJB), perusahan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) ini.
Sairdekut mengklaim bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD dari KKT sampai saat ini belum tahu pasti jumlah dana reboisasi dan dana bagi hasil yang harus diterima Pemda setempat.
“Kami meminta informasi pasti dari dinas kehutanan, supaya ada informasi yang jelas dan benar soal perusahaan ini. Sehingga kami dapat melakukan pengawasan terhadap perusahaan saat beraktivitas di sana,” pintanya.
Sairdekut menyatakan bahwa instansi teknis itu tidak ada keterbukaan bagi pengelolaan keuangan, terkait perusahaan HPH PT KJB dalam memenuhi kewajibannya dan kebutuhan daerah setempat.
Tidak hanya itu, Sairdekut juga menjelaskan, sampai saat ini sumber anggaran reboisasi yang mestinya disediakan perusahaan tidak jelas.
Ia menambahkan, Dana Bagi Hasil (DBH) juga tidak diketahui berapa persentase yang harus diperoleh masyarakat Tanimbar sebagai daerah penghasil hutan.
Apalagi dalam aturan ini adalah kewenangan Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, yang sampai saat transparansi pemprov dengan perusahaan ini tidak jelas.
“Padahal Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar masuk kategori miskin ekstrem dan membutuhkan PAD dalam rangka memperbaiki sistem pemerintahan sekaligus pembangunan di daerah itu,” kilahnya.
Sementara itu, sumber pemerhati lingkungan setempat menilai jika dana bagi hasil dan penghutanan kembali dari perusahaan tersebut dipastikan ada karena ada regulasi yang mengaturnya.
“Perlu diusut. Bisa diduga ada permainan di balik sikap tidak transparan dari ke dua pihak itu,” tutur sumber yang enggan disebutkan namanya ini.
[ketty mailoa]