BULD DPD RI Gali Persoalan Pemdes, Pakar Sebut Perlu Penguatan Otonomi Desa

Jakarta, Fajarmanado.com–Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI terus menggali dan mencarikan formula yang tepat terhadap persoalan yang dihadapi pemerintah desa (pemdes) dalam mengelola dana desa.

Kali ini, BULD DPD RI, yang dipimpin Ketua Ir. Stefanus BAN Liow, MAP mengundang para pakar dan stakehoder terkait melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dalam rangka pemantauan dan evaluasi rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah terkait tata kelola pemerintahan desa.

Tiga narasumber hadir membawakan materi. Mereka adalah, Dr. Riant Nugroho, MSi. (pakar kebijakan publik FISIP UNJANI), Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, MSi (pakar otonomi daerah dan desa Fakultas Ilmu Administrasi UI) dan Ismail A. Zainuri, SP, MSi (Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan DesaP3PD/Ditjen Bina Desa Kemendagri).

Ketua BULD DPD RI Ir. Stefanus BAN Liow, MAP bersama Wakil Ketua I Dr. Drs. Marthin Billa, MM (Kalimantan Utara), Wakil Ketua II H. Abdul Hamid, SPi, MSi (Riau) dan Wakil Ketua III Agita Nurfianti, SPsi (Jawa Barat) mengatakan, BULD sendiri merupakan salah satu alat kelengkapan di DPD RI yang terus menunjukkan eksistensi maupun peranannya di daerah, sebagai lokomotif dan motor penggerak dalam kerangka harmonisasi legislasi pusat-daerah.

Riant menilai bahwa stakeholders yang terlibat di desa relatif banyak, meliputi kementerian, lembaga, badan, parlemen, hingga KPK.

Akibatnya, lanjut Riant, desa mengalami kesulitan dan bingung dalam menjalankan pemerintahannya karena peran pusat sangat dominan, dan tidak bisa otonom.

Ia mengatakan, kebijakan penggunaan dana desa saat ini cenderung bukan untuk meningkatkan kesejahteraan desa, bahkan mengakibatkan tsunami fiskal.

Untuk itu, Riant merekomendasikan supaya ke depan kebijakan desa mempunyai nilai-nilai luhur tanpa meng”kota”kan atau membuat desa sebagai “korban” dari kota.

Baca Juga :  Concern Bangkitkan Ketahanan Pangan, Senator SBAN Liow Terus Dorong Penyempurnaan Perda

Pernyataan senada juga disampaikan oleh Irfan. Pakar otonomi daerah dan desa mengatakan, perlu adanya evaluasi atas ketergantungan masyarakat desa terhadap kota.

Selain itu, perubahan masyarakat desa juga tergantung pada perubahan sistem ekonomi, sosial, dan politik dalam pembangunan desa, termasuk ketidaksamaan BUMDes antar desa menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika pembangunan desa.

Irfan menegaskan kembali bahwa otonomi asli desa semestinya dikuatkan, sementara pelaksanaan UU Desa cenderung ke arah keseragaman.

Sementara itu, Ismail menyampaikan Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD) dibentuk untuk memperkuat tata kelola pemerintahan desa dan memperkuat kapasitas kelembagaan atau institusi desa khususnya memperbaiki kualitas belanja desa.

Ia mengakui di lapangan masih banyak problematik, di antaranya terbatasnya kapasitas pemda dan pemdes, kurangnya transparansi pemerintahan desa, kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan desa, dan terbatasnya akses jaringan informasi di desa.

Sejumlah anggota BULD DPD RI yang hadir turut memberikan tanggapan dan pendalaman beberapa isu strategis di daerahnya masing-masing.

Yance Samonsabra, senator dari provinsi Papua Barat menyoroti saat ini P3PD ditangani beberapa Kementerian, termasuk perlunya evaluasi kembali BUMDes.

Sedangkan Elviana dari provinsi Jambi menegaskan DPD harus mendorong otonomi dana desa, karena selama ini banyak intervensi pusat terkait dana desa.

Ia mengingatkan supaya jangan ada titipkan program pusat ke dana desa, DAU rasa DAK, atau sebaliknya.

Sedangkan Anggota BULD DPD RI asal provinsi Sulawesi Tengah, Rafiq al-Amri mengkritik bahwa selama ini penggunaan anggaran desa di potong-potong, sehingga penggunaannya tidak dapat optimal.

Kemudian Sularso, dari provinsi Papua Selatan menyoroti banyaknya pengaturan dana desa yang ditetapkan masing-masing kementerian, diantaranya kemenkeu, kemendes, dan kemendagri.

Karena itu, ia juga mendorong supaya dalam kebijakan pengelolaan dana desa seharus menjadi otonom dengan mempertimbangkan perbedaan kondisi dan kebutuhan tiap daerah, termasuk di Papua Selatan.

Baca Juga :  Pemdes Kamanga Dua Salurkan BLT Januari-Maret,Kadis PMD Beri Apresiasi

Selanjutnya, Ratu Tenny Leriva dari provinsi Sumatera Selatan menyoroti belum jelasnya pengaturan pengelolaan dana desa untuk ketahanan pangan, gizi, dan lainnya.

Ratu menyampaikan bahwa di Sumatera Selatan terdapat program pangan mandiri, yang berhasil merubah mindset dari konsumtif ke produktif, dan dapat menekan angka stunting tertinggi di tahun 2023.

Anggota BULD lainnya yang turut menyoroti yaitu Ismeth Abdullah, dari provinsi Kepulauan Riau. Ia menekankan semestinya koperasi desa diberdayakan, selanjutnya juga ada perbaikan tempat tinggal, rumah ibadah, sekolah, dan fasilitas umum lainnya.

Ia menyebut bahwa banyaknya koperasi yang ditutup karena tidak adanya pembinaan oleh pemerintah pusat.

Kemudian Ahmad Bastian SY dari provinsi Lampung menilai selama ini posisi desa seperti anak selir, bukan putra mahkota.

Bastian mengatakan melihat desa tergantung kepentingan rezim.

Namun ia mengatakan pemerintahan saat ini ada harapan baru melalui asta cita, salah satunya membangun dari desa untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.

Lalita dari provinsi Papua, yang mendapat giliran terakhir berbicara menanyakan kepada narasumber terkait konsekuenasi yuridis apabila kepala daerah tidak melaksanakan administrasi pemerintahan dan terkait efektivitas hasil pengawasan DPD RI.

Berbagai dinamika yang berkembang dalam forum RDPU tersebut kemudian semakin menguatkan bahwa DPD RI melalui BULD untuk mendorong kepada pusat adanya otonomi dana desa, sehingga desa makin otonom, dan mengembangkan potensi lokal sesuai dengan karakter, kebutuhan, dan kondisi masing-masing desa setiap daerah.

[**/heru]

 

Yuk! baca berita menarik lainnya dari Fajar Manado di saluran WHATSAPP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *