Kawangkoan, Fajarmanado.com-Destinasi wisata relegi Bukit Kasih Kanonang, Minahasa, Sulawesi Utara tak terawat lagi dan terancam tinggal kenangan.
Berbagai sarana dan prasaran objek wisata di sisi utara lereng pegunungan Rindengan, anak Gunung soputan yang dihiasi kepulan asap belerang terkesan itu, telah terbengkalai.
Pantauan Fajarmanado.com, sebagian besar sarana dan prasarana objek wisata yang dihiasi penampakan patung kepala Toar dan Lumimuut tersebut telah rusak berat.
Berbagai bangunan tidak lagi tertutup atap. Bahkan, beberapa di antaranya terancam ambuk.
Begitupun jembatan dan jalan setapak yang memanjang di atas sumber air panas, sudah ambruk termakan korosi.
Anak tangga-tangga yang berjumlah lebih dari 2000 menuju puncak bukit, pun banyak yang sudah rusak, pecah dan berlobang.
Demikian pula pagar pengamannya. Baik menuju ke arah salib raksasa warna putih dan ke lima rumah ibadah di atas bukit berbeda, tak sedikit yang telah roboh.
Kesan terbengkalai, juga kasat mata terlihat pada prasarana objek wisata alam dan relegi, yang dibangun sejak tahun 2002 di masa Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), Alm. Drs. Adolf Jouke Sondakh itu.
Pun, Tugu Kasih di gerbang masuk juga sudah tak terawat. Tugu simbol tolerasi antarumat beragama setinggi 20 meter dengan bola dunia berhiaska burung merpati di atasnya ini, terlihat kotor. Nyaris pada semua lima sisinya, diselimuti noda lumut yang kehitam-hitaman.
Demikian pula pelataran lokasi berbagai atraksi seni budaya di belakang Tugu Kasih, telah bergelombang.
Paving block yang terpasang, tak sedikit yang terlepas dan berubah warna kuning kecokelatan. Dibiarkan rusak akibat panas vulkanik dari perut bumi.
Kantin-kantin yang berjejer di sisi barat jalan setapak menuju tangga puncak bukit di mana gereja, masjid, vihara, pura, klenteng berada, banyak yang tidak ‘berpenghuni’ lagi.
Padahal, selain menjajakan jagung dan telur rebus alami, pisang goreng dan aneka menu khas daerah lainnya plus aneka minuman ringan, kantin-kantin itu juga menawarkan perendaman kaki dengan air panas belerang dan jasa pijat kaki.
Yang tersisa tinggal beberapa kantin dan tawaran jasa pemotretan dengan burung manguni, unggas khas simbol Minahasa ini.
“Suasana alam di sini bagus sekali. Sayang ya tidak terawat lagi,” komentar Damus Beti.
Pria wisatawan warga Jelarai, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara itu mengaku sengaja datang menikmati keindahan alam Bukit Kasih Kanonang bersama isterinya, Anita Damus pada Jumat sore, 27 Desember 2024.
“Sebenarnya kami sangat berniat menuju puncak. Tapi tampaknya tidak aman lagi, ya,” ketusnya sambil bertanya kepada Fajarmanado.com.
Penilaian senada disampaikan oleh sejumlah pengunjung objek wisata yang terletak sekira 50 Km sebelah selatan Kota Manado atau 1,5 jam perjalanan mobil dari Ibu Kota Provinsi Sulut itu.
Miris..! Selain pemandangan itu, fasilitas pendukung objek wisata yang sempat jadi andalan Sulut pada dua dekade lalu tersebut, rata-rata tidak terawat.
Taman dan bangunan yang baru beberapa tahun dibangun dan ditata di atas pelataran parkir di sisi timur, telah terbiar. Tidak dirawat dan diselimuti rerumputan liar.
Selain itu, akses jalan menuju Bukit Kasih Kanonang, ikut-ikutan tidak dirawat lagi.
Baik lewat jalan utama dari Kelurahan Sendangan Selatan, Kawangkoan, apalagi melalui Desa Kayuuwi Satu, Kawangkoan Barat dan Desa Pinabetengan, Tompaso Barat. Selain tetap tak berubah, agak sempit, juga sudah berlobang-lobang.
Apalagi, jalan penghubung Bukit Kasih Kanonang dengan Watu Im Pinawetengan di Desa Pinabetengan Selatan, nyaris tertutup rumput dan terhalang pepohonan yang hampir roboh.
“Sayang sekali,” ketus wisatawan dari Pulau Jawa sambil bertanya siapa pengelola Bukit Kasih Kanonang ini.
“Dinas Pariwisata Provinsi Sulut,” jawab spontan pengelola salahsatu kantin setempat.
Meski begitu, di pos masuk rutin dijaga sampai beberapa orang setiap hari. Mereka memungut retribusi masuk Rp.5 ribu per orang.
[res/heru]