Fajarmanado.com, Ambon — Polda Maluku tidak tebang pilih dalam menyikapi pelanggaran hukum. Siapa pun, apabila melakukan tindak kriminalitas pasti diproses hukum sesuai prosedur yang berlaku.
Tak terkecuali, laporan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh eks camat Taniwel Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) berinisial RMM.
Buktinya, RMM sudah lama telah ditetapkan sebagai Tersangka pelecehan seksual dan sudah dimasukan sebagai DPO dengan nomor: DPO/03/XI/2023/Ditreskrimum Polda Maluku tanggal 03 November 2023.
Polda Maluku juga sudah mengamankan orang yang diduga ikut menyembunyikan RMM yang sudah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) dan telah ikut ditetapkan sebagai rersangka.
“Polda Maluku sangat serius menangani kasus ini. Setiap orang sama di depan hukum, pelaku pidana harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, bahkan orang yang pernah menyembunyikan tersangka sudah diperiksa dan sudah jadi tersangka,” tegas Kabid Humas Polda Maluku, KBP Areis kepada wartawan di Ambon, Rabu (20/07/2024).
Aris menyampaikan hal tersebut untuk menepis tudingan dari GMKI kota Ambon bahwa Polda Maluku tidak serius menangani perkara tersebut sehingga melakukan aksi unjuk rasa.
Polda Maluku dan Polres SBB sampai saat ini, lanjut Aris, terus melakukan upaya penangkapan bahkan sudah berkoordinasi dengan Pemda SBB sampai yang bersangkutan juga sudah dipecat dari jabatan camatnya.
Langkah tegas ini, akhirnya berdampak sehingga Polri harus dihadapkan dengan upaya hukum praperadilan dari keluarga tersangka yang diduga ikut menyembunyikan DPO tersebut.
“Polisi dipraperadilankan 2 kali oleh keluarga tersangka karena penetapan tersangka dan perbuatan melawan hukum. Tapi kita hadapi sesuai aturan hukum. Itu sudah resiko dalam penegakan hukum dalam membela keadilan bagi korban,” jelasnya.
Aris juga mengatakan, Polda Maluku menepis isu bahwa ada keluarga pelaku yang juga bertugas sebagai anggota polisi mengintervensi kasus tersebut.
“Memang betul ada keluarganya anggota, tapi tidak ada kaitan dengan permasalahan, jadi tidak perlu ada isu-isu dan asumsi-asumsi, kalo ada intervensi. Catat dan laporkan ke Polda, kita proses hukum anggota tersebut,” tandasnya.
Hal ini sesuai dengan arahan dan perintah Kapolda Maluku untuk serius proses dan tangani kasus ini dan tangkap pelaku untuk di proses di pengadilan.
Ia menjelaskan, penanganan kasus ini terkendala karena awalnya antara pelaku dan keluarga korban ingin diselesaikan secara kekeluargaan tapi pihak Polri memandang kasus asusila anak di bawah umur tersebut tetap harus diproses sesuai hukum yang berlaku.
Setiap kasus pidana, kata Aris, penyelesaiannya pasti tidak sama. Tergantung situasi di lapangan, ada yang bisa dengan cepat sebelum 1×24 jam dapat diungkap tapi ada juga yang membutuhkan waktu yang agak lama karena kendala kendala di lapangan.
Polri pun menghimbau pelaku untuk menyerahkan diri. Karena status DPOnya tidak dicabut. “Sampai kapan pun Polri akan mencari dan menangkap pelaku serta memprosesnya ke pengadilan,” tegasnya.
Terkait unjuk rasa yang dilakukan GMKI, menurut Aris, tidak ada masalah bagi Polri.
Hanya saja, lanjut dia, sebaiknya berkomunikasi lebih dulu dengan penyidik sehingga dapat dijelaskan dengan utuh tentang proses yang sedang berjalan dan upaya hukum yang telah dilakukan. Tidak hanya berdasarkan isu dan asumsi yang tidak sesuai fakta hukum yang ada.
“Silahkan setiap saat dan kapan pun untuk komunikasi. Kami wellcome. Bahkan kalau ada informasi sekecil apa pun tentang pelaku bisa disampaikan kepada Polri, tapi jangan mengatakan kalau Polri tidak serius tangani hal tersebut,” ujarnya.
“Masyarakat Maluku ini sekarang semakin cerdas dan kritis menilai aksi-aksi unjuk rasa yang dilakukan di lapangan,” jelasnya.
[keket]