Fajarmanado.com, Maluku — Dugaan ada permainan anggaran proyek di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Maluku, kini terjawab.
Perwakilan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Provinsi Maluku melaporkan bahwa menemukan adanya kelebihan pembayaran atas kekurangan volume paket pekerjaan di instansi tersebut.
Kepala Perwakilan BPK Provinsi Maluku, Hery Purwanto mengungkakan hal tersebut saat menyerahkan hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Maluku tahun 2023 di ruang paripurna DPRD Maluku, Senin (06/05/2024).
Kelebihan pembayaran, katanya, terjadi atas kekurangan volume 15 paket pekerjaan belanja modal gedung dan bangunan.
“Di Dinas pendidikan itu ada kelebihan pembayaran dan itu sudah dilampirkan oleh BPK,” ujarnya.
DPRD Maluku, Benhur George Watubun mengatakan, berdasarkan laporan BPK tersebut maka akan ditindaklanjuti pihaknya.
“Sudah pada saatnya yang tepat berdasarkan hasil pemeriksaan BPK kita akan tindaklanjuti ke pihak yang berwajib,” tandasnya usai rapat paripurna di rumah rakyat, Karang Panjang, Ambon.
Dikatakan, langkah yang akan ditempuh DPRD, yaitu segera akan menyurat atau meneruskan persoalan ini ke aparat penegak hukum (APH).
“(Permasalahan) itu memang sudah menjadi temuan Komisi, dan sebagaimana disampaikan komisi, kami akan surati pihak yang berwewenang. Karena kami memanggil kepala dinas, diundang beberapa kali tidak pernah datang,” paparnya.
Untuk itu, Watubun meminta atensi APH baik itu kepolisian maupun kejaksaan untuk mengusut hal ini.
“Kami akan minta perhatian Kapolda akan permasalahan ini, kita juga akan disampaikan ke Reskrimsus untuk dilakukan langkah langkah selanjutnya,” tegas Benhur.
Seperti santer diberitakan, sejumlah proyek di Dikbud Maluku dituding sarat Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Hal ini terkuak saat Komisi IV DPRD Maluku melakukan pengawasan di sejumlah daerah, di mana Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Dikbud Provinsi Maluku tahun anggaran 2024, sebelum proses tender pekerjaan dibuka, sudah ada permintaan dan penyetoran mengambil Participating Interest (PI) sebesar 10 persen dari pagu anggaran.
“DAK tahun 2024 belum ditender namun sudah di tentukan kontraktor-kontraktor pemenang. Malahan pejabat eselon di Dinas Pendidikan sudah terima PI 10 persen, padahal belum di tender,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Samson Atapary.
Yang mengagetkan pula, ada sejumlah proyek yang dikerjakan tanpa melalui proses tender.
Usut punya usut, poyek-proyek tersebut dikelola langsung oleh Insun Sangadji yang tak lain adalah oknum Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku.
Anggaran proyek-proyek yang tidak melalui tender, disebutkan bervariasi, mulai dari ratusan juta hingga miliaran, seperti halnya makan minum di SMA Siwalima Ambon.
Begitu juga proyek survei manajemen pelayanan pendidikan yang menelan anggaran Rp700 juta tidak melalui proses tender, bahkan output dari survei dibuat fiktif.
Proyek tersebut dikelola langsung oleh oknum Kepala Dinas bersama Juspi Tuarita selaku PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan).
Tak hanya itu, sejumlah proyek lainnya yang juga berasal dari DAK ikut bermasalah. Semisal, di sekolah di Kabupaten Buru, yang pekerjaannya tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Begitu pula yang terjadi di dua sekolah di Kabupaten Maluku Tenggara yang menelan anggaran cukup besar yang mencapai miliaran.
“Ambil contoh di RAB harus pakai leispam, mereka hanya beli esksabor, kemudian dipotong dan ditempel. Pasangan tehel di dinding hanya pakai lem dengan semen di SMA 1 Buru. Jadi belum apa-apa sudah lepas,” ungkap Samson.
“Yang harusnya dibuat pintu, tidak ada pintu, ada ruangan yang 100 persen perabot tidak ada dan sebagainya. Ini yang menjadi problem cukup serius. Kalau pengelolaan di dinas masih seperti begini, ini akan berdampak jangka panjang terhadap pendidikan kita,” sambung Samson.
Ia mengakui, dari hasil koordinasi dengan masing-masing Kepala Sekolah, ternyata pekerjaan bermasalah tersebut telah disampaikan langsung kepada Kepala Dinas Dikbud Maluku. Hanya saja tidak ditindaklanjuti.
Hal ini, lanjut dia, dikarenakan rata-rata proyek dikerjakan oleh orang-orang yang berhubungan dengan istri oknum Gubernur, termasuk adik dari oknum Kepala Dinas.
“Ini yang menjadi problem di lapangan, sampai kepsek bilang kita mau mengawasi bagaimana, ini dikerjakan oleh adik kepala Dinas, dan orang-orang yang berhubungan, atau berkaitan dengan istri Gubernur,” katanya.
“Ini kita belum telusuri apakah dalam proses tender ini ada KKN di situ atau tidak, mestinya jangan melibatkan keluarga dalam pelaksanaan kaya begini, karena nanti fungsi pengawasan tidak optimal,” sambung Samson.
Begitu juga dengan dana operasional Dinas, rata-rata per Cabang Dinas mendapat Rp300 juta.
Namun dalam realisasinya, sesuai perintah Kepala Dinas harus dibuat Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ). Mirisnya, setelah laporan dikirim, dana operasional tersebut tidak ditransfer oleh Dinas kepada Cabang Dinas.
“Apakah ini masuk di silpa uang tidak realisasi atau?. Kalau terjadi di 11 kab/kota cukup besar terutama di tahap III,” ujarnya.
Samson mengatakan, praktek laporan fiktif tersebut merupakan keluhan dari cabang cabang dinas.
“Mereka juga punya ketakutan karena sudah buat laporan. Padahal laporannya sudah dikirim ke dinas tetapi dinas tidak transfer uang per tanggal 31 desember,” bebernya.
[keket]