Jakarta, FM – Setahun duduk di Senayan, DPR periode 2014-2019 memunculkan usulan-usulan yang kemudian menuai kontroversi. Pro dan kontra datang tidak hanya dari luar DPR, tapi juga di internal fraksi-fraksi yang ada di parlemen.
Kontroversi pertama adalah tentang usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP). Program ini adalah kelanjutan dari UU MD3 yang mewajibkan anggota DPR terpilih menjadi penyambung lidah rakyat yang diwakilinya. Contoh proyek yang bisa direalisasikan lewat program ini mulai dari jembatan rusak, jalan yang tidak mulus, hingga rumah ibadah dan fasilitas kesehatan.
“Contoh beberapa lalu ada jembatan gantung rusak sehingga anak sekolah bergelantungan. Nantinya anggota DPR di Lebak Banten boleh mengusulkan jembatan gantung tapi yang mengerjakan pemerintah, bukan DPR. Jadi bukan DPR membawa kontraktor. Semua proses mulai tender itu adalah usulan pemerintah,” ujar Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mencontohkan, Selasa (9/6/2015) silam.
UP2DP kemudian menjadi lebih populer dengan istilah dana aspirasi. Badan Anggaran pun menganggarkan Rp 20 miliar per anggota atau total Rp 11,2 triliun. Meski duit ini nantinya tidak dipegang langsung oleh anggota, tetap saja hal ini menuai pro dan kontra.
“Tidak ada sepeser pun yang dipegang anggota. Hanya sampaikan aspirasi,” kata Ketua Banggar Ahmadi Noor Supit kala itu.
Reaksi keras dari publik pun muncul. Dana aspirasi dikhawatirkan menjadi modus investasi politik anggota agar bisa dipilih rakyat pada pemilu selanjutnya. Program ini juga dianggap memperluas ketimpangan pembangunan dan berpotensi tumpang tindih serta rawan diselewengkan.
Setelah menuai kritikan, dana aspirasi mulai ditolak dari dalam DPR sendiri. Berawal dari Fraksi NasDem, Hanura dan PDIP lalu ikut menyuarakan penolakan. Meski begitu, sidang paripurna DPR tetap menyetujui tata cara pengusutan program dana aspirasi pada Selasa (23/6). Belakangan, Partai Demokrat juga menyuarakan penolakannya.
Bola lalu berpindah ke Presiden Joko Widodo. Peluang dana aspirasi batal terbuka bila presiden menolak. Mensesneg Pratikno kala itu menyebut Jokowi mengarahkan bahwa dana aspirasi tidak bisa difasilitasi.
Meski begitu, DPR tetap melanjutkan program ini yaitu dengan menerima usulan dari masing-masing fraksi. Di paripurna pengusulan program dana aspirasi, 6 fraksi yaitu PKS, Golkar, Gerindra, PKB, PAN, dan PPP menyerahkan usulan program. Sementara itu, NasDem, Hanura, PDIP dan Demokrat tak mengusulkan. NasDem bahkan walk out.
Lalu, apa kelanjutannya? Ketua DPR Setya Novanto sempat menyinggung dana aspirasi tersebut saat berpidato di HUT ke-70 DPR. Pada akhirnya, semua kembali ke pembahasan DPR dan pemerintah terkait APBN 2016, akankah usulan-usulan itu diakomodir anggarannya.