Bert Supit: Isu Minahasa Merdeka Sudah Terlalu Jauh

Tomohon, Fajarmanado.com – Menyikapi perkembangan politik,ekonomi, budaya dan agama di Indonesia, khususnya di Tanah Minahasa, memerlukan dialog yang komperhensif. “Berbagai isu yang memanas akhir-akhir ini di tanah air, dan lebih khusus di Tanah Minahasa, memerlukan analisa dan evaluasi kritis kreatif yang komperhernsif, rasional dan integratif, baik secara global, nasional dan lokal,” ujar dr Bert Adrian Supit, dalam percakapan dengan Fajarmanado.com, Rabu (17/05/2017) di rumahnya di Tomohon.

Ia mengungkapkan, kondisi dan situasi di Indonesia, kembali mengalami ujian dalam berbagai hal, yang sudah tentu memerlukan solusi dan pemikiran yang rasional dan menyeluruh. “Kalau berbagai isu itu dibiarkan, maka bukan tidak mungkin negara Indonesia akan mengalami perpecahan, dan bukan tidak mungkin menjurus pada bubarnya negara ini.”

Karena itu, menurut dr Bert, harus terus dicermati terhadap semua gerakan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45, serta Bhineka Tunggal Ika. “Harus diingat telah banyak pengorbanan jiwa dan raga dalam perjuangan mendirikan dan mempertahankan negara Indonesia. Dan di dalam perjuangan itu, ada banyak pahlawan Minahasa yang telah gugur di medan baktinya untuk Indonesia,”  ujarnya lagi.

Menurut  dr Bert, dalam mencari solusi untuk menata negara yang lebih baik, memang diperlukan perubahan sistem ketatanegaraan. Namun terkadang, dalam membicarakan perubahan sistem ini, kita akan dituduh makar. “Misalnya kalau berbicara federalisme, pasti kita akan dituding makar. Apalagi kalau mau berbicara merdeka, sebagaimana isu Minahasa Merdeka yang jadi trending topik saat ini,” tutur Bert Supit.

Ditambahkannya, isu Minahasa Merdeka itu sudah terlalu jauh. Karena hal itu pasti berhadapan dengan negara. “Dan apakah kita siap kalau kita harus berhadapan dengan tentara. Karena itu kita orang Minahasa, jangan terlalu emosional. Kita boleh bereaksi, tapi jangan terlalu over. Karena hal itu akan merugikan kita sendiri,” tegasnya.

Namun di balik isu Minahasa Merdeka itu, menurut dr Bert, secara positif dapat memberikan warning bagi aparat hukum di Indonesia untuk lebih tegas dalam menegakkan hukum. Dimana ancaman dari beberapa kelompok radikal yang menghendaki dan mau mempraktikan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 45 dan Bhinneka Tunggal Ika, masih terus terjadi. “Dari dulu sampai sekarang, bahkan sampai akan datang, kelompok yang mau menjadikan negara kita sebagai negara agama tertentu, terus melakukan gerakannya. Dan bila itu dibiarkan, maka bukan tidak mungkin NKRI akan mengalami kehancuran.”

Berkaitan dengan kejadian demo usir Fahri Hamzah baru-baru ini, bagi dr Bert, hal itu merupakan reaksi spontan dari warga Minahasa, khususnya kalangan muda. “Saya juga kaget, sekaligus juga bangga bahwa semangat militansi masyarakat Minahasa ternyata masih tetap hidup. Tapi tentu jangan sampai anarkis. Bagi saya demo itu, meskipun saya saat itu berada di Jakarta, merupakan satu shok terapy bagi mereka yang intoleran dan berpotensi menimbulkan perpecahan,” katanya lagi.

Untuk menyikapi berbagai perkembangan politik, ekonomi, budaya dan agama di Indonesia, dan khususnya di Tanah Minahasa, maka Masyarakat Adat Minahasa (MAM) dan Persatuan Minahasa (PM) akan menggelar dialog terbatas pada 1 Juni 2017, bersamaan dengan Perayaan Hari Lahir Pancasila.

Dialog yang akan dilaksanakan di Perpustakaan AZR Wenas Minahasa, di Kakaskasen Tomohon itu, akan mengundang sejumlah tokoh pemuda, adat, agama, ormas, dan undangan lainnya.

Jeffry Th. Pay

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *