Siasat Perokok Jika Harga Rokok Selangit

Fajarmanado.com – Isu kenaikan harga jual rokok menuai pro kontra. Sejumlah perokok akan menyiasati agar mulut tetap berasap. Sulit bagi para perokok berat untuk langsung menghentikan kebiasaannya.

Kabar harga rokok Rp 50 ribu per bungkus berawal dari hasil studi yang dilakukan oleh Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany dan rekan-rekannya. Menurutnya ada keterkaitan antara harga rokok dan jumlah perokok di Tanah Air.
Dari studi itu terungkap bahwa sejumlah perokok akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat. Dari 1.000 orang yang disurvei, sebanyak 72 persen bilang akan berhenti merokok kalau harga rokok di atas Rp 50.000.

“Kalau memang sampai begitu mahal dan tidak bisa berhenti total, saya akan tanam pohon tabako (tembakau), kemudian proses dan linting sendiri seperti nenek saya dulu,” James Tampanguma, warga Desa Kiawa Dua Timur Kecamatan Kawangkoan Utara, Minahasa, Selasa (23/8).

Bagi Boy Rompas, berapa pun harga rokok nanti tidak akan berpengaruh lagi padanya. “Sebenarnya saya mulai merokok lagi. Ya, untung baru mencoba ulang, lebih baik berhenti saja,’’ ujar pria warga Kelurahan Sendangan Kecamatan Kawangkoan.

Amrullah, warga Jalan Basuki Rahmad, Samarinda, terus mengikuti isu kenaikan harga rokok. Menurut dia, jika nantinya harga rokok semakin mahal, dia memilih untuk mengisap rokok elektrik.

“Mengurangi iya, karena kebiasaan mulut berasap, jadi saya pertimbangkan rokok elektrik,” kata Amrullah dalam perbincangan bersama merdeka.com di sebuah warung kopi kawasan Jalan AW Syachranie, Samarinda, Senin (22/8).

Amrullah yang berencana beralih ke rokok elektrik, bukan tanpa alasan. Sehari dia bisa menghabiskan dua bungkus rokok yang dia beli Rp 19.000 per bungkus, dari harga sebelumnya Rp 18.000.

“Kalau rokok elektrik, dari referensi yang saya baca, ada yang sekali isi cairannya, bisa digunakan 2 minggu. Tapi itu baru sebatas rencana beralih ke elektrik ya,” ungkap Amrullah.

Sopir truk, Zulfitri yang merupakan perokok berat meminta sosialisasi kenaikan harga harus jelas terutama jenis rokok yang akan dijual dengan harga tersebut. Kalau perlu ada tingkatan harga rokok dengan komposisi jumlah nikotin, tar dari yang terendah hingga tertinggi, tambahnya.

Sebab katanya bagi perokok berat dengan harga segitu tentu akan kemahalan terlebih bagi masyarakat tingkat ekonomi ke bawah. “Untuk mengurangi mulai dari yang terendah hingga ke tinggi,” katanya.

Namun ada juga orang mengaku akan berhenti merokok bila harga rokok tembus Rp 50 ribu per bungkus. Meski begitu mereka tetap bersiasat untuk bisa tetap ngebul.

“Nek saya ya mending tingwe mas, ngelinting dewe, murah,” ujar Pak Sholeh yang asli Ngawi ini menimpali.

“Paling-paling budaya patungan beli rokok kayak zaman sekolah ramai lagi. Habis beli sendiri mahal,” kata Eko menyahut.

Soal jumlah perokok, Indonesia memang tercatat sebagai negara terbanyak ahli isapnya. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr Lily Sriwahyuni Sulistyowati mengatakan, jumlah perokok di Indonesia saat ini mencapai 90 juta jiwa.

Berdasarkan riset Atlas Tobbaco, ujar Lily, Indonesia menduduki rangking satu dengan jumlah perokok tertinggi di dunia. Indonesia menduduki rangking pertama dalam jumlah perokok disusul Rusia rangking kedua, kemudian China, Filipina, dan Vietnam. Dua dari tiga laki-laki di Indonesia adalah perokok.

(mdk/ely)