Tangerang, Fajarmanado.com – Melinatkan Pakar hukum tata negara dan politik, Focus Group Discussion (FGD) Kelompok Dewan Perwakilan Daerah MPR RI berlangsung menarik di Tangerang, Selasa (7/9/2021). Kali ini membahas soal wacana amandemen UUD 1946.
Berlangsung dengan menerapkan protokol kesehatan sekira empat jam dengan waktu rehat 30 menit, FGD menghadirkan Tamsil Lirung (Anggota DPD RI/MPR RI), Ir Stefanus BAN Liow, MAP (Anggota DPD RI/MPR RI), Aji Mirna, ST, MM (Anggota DPD RI/MPR RI), Prof. Dr. Siti Zuhron (Peneliti LIPI), Prof. Dr. Hafid Abbas (Guru Besar UNJ/Mantan Ketua Komnas HAM), Dr. Margarito Kamis (Pakar Hukum Tata Negara), Dr. Ubedilah Badrun (Analisis Politik UNJ) dan Drs Wahidin (Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI).
Pada prinsipnya, peserta forum berharap agar wacana amandemen UUD 1945 tidak sebatas untuk memuluskan agenda politik jangka pendek kelompok tertentu. Namun harus dibarengi dengan tujuan mulia penyempurnaan sistem pemerintahan dan konsolidasi demokrasi yang merepresentasikan institusionalisasi keterwakilan yang kuat.
Ketua Kelompok DPD RI di MPR, Tamsil Linrung menegaskan bahwa DPD RI menyambut secara terbuka wacana amandemen yang tengah bergulir. Akan tetapi, perubahan UUD NRI 1945 harus menyeluruh. Tidak parsial pada bagian-bagian tertentu saja.
DPD RI, katanya, mendorong agar amandemen berimplikasi positif pada penguatan sistem demokrasi di Indonesia. Termasuk, optimalisasi peran DPD RI sebagai salah satu kamar di parlemen yang mengusung sistem bikameral.
Jika DPD RI kuat, maka produk legislasi jadi lebih legitimate.
Senator SBANL alias Stefa sapaan akrab Anggota DPD RI/MPR RI Dapil Sulut Ir Stefanus BAN Liow, MAP mengatakan bahwa
DPD RI adalah kanal aspirasi daerah. Artinya, secara representatif, DPD RI inilah wajah dari NKRI.
Esensi demokrasi perwakilan hanya akan bisa dicapai jika DPD RI punya kewenangan memadai. Peran DPD RI juga bahkan merefleksikan perhatian kita pada pembangunan daerah dan NKRI.
Senator SBANL yang juga Pimpinan Kelompok DPD RI di MPR ini juga menilai bahwa penguatan kewenangan DPD RI akan semakin memperkuat sistem demokrasi di Indonesia.
Menurutnya, Parlemen mestinya melahirkan produk hukum dari dialektika yang kaya dan perdebatan mendalam. Sehingga produk UU menjadi kuat dan representatif. Menampung berbagai aspirasi yang mencuat dari denyut kehidupan rakyat.
Senada, pakar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. Dr. Siti Zuhro mendorong wacana amandemen UUD 1945 untuk tujuan penataan dan penguatan demokrasi.
Salah satu yang mendapat sorotan Siti Zuhro yaitu kewenangan DPD RI yang dinilai tanggung dan agak ironis.
“Sistem bikameral untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat daerah yang berbeda-beda. Kewenangan representasi daerah mestinya lebih besar, tapi justru terjadi sebaliknya. Lembaga legislatif, tapi minim kewenangan legislatif,” imbuh Siti Zuhro
Selain di sektor legislatif, menurut Profesor Siti Zuhro, amandemen kelima UUD 1945 harus juga diarahkan ke ranah eksekutif. Yaitu membuka ruang partisipasi kontestasi kepemimpinan yang seluas-luasnya untuk menjaring pemimpin terbaik bagi republik.
Esensi pemilu adalah menyajikan kompetisi yang sehat, beradab dan promotif terhadap lahirnya pemimpin terbaik. Sehingga menjadi sangat relevan untuk meninjau kembali presidential threshold dan mendorong calon presiden independen.
Analis sosial politik Uneversitas Negeri Jakarta (UNJ) Dr. Ubedilah Badrun mengimbuhkan, gabungan anggota DPD RI semestinya diberi ruang mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Karena secara komparatif, suara DPD RI sudah melampaui ambang batas pencalonan yang diberikan kepada partai politik sebesar 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR RI sebelumnya.
Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, Prof. Dr. Hafid Abbas yang juga hadir sebagai narasumber menyoroti terjadinya keterbelahan sosial yang semakin meruncing dan mengakibatkan pelapukan dari dalam.
Mantan Ketua Komnas HAM ini menilai, sistem politik saat ini melanggengkan ketimpangan dan menimbulkan beragai problem sosial, karena sejak awal rekrutmen tidak representatif. Hanya mengakomodir kelompok tertentu.
Sementara itu, pakar hukum tata negara, Dr Margarito Kamis mendorong DPD RI memperkuat peran dengan aktif mengangkat isu-isu daerah. Menurutnya, situasi politik yang membuat DPR RI melempem, justru jadi kesempatan bagi DPD RI menunjukkan jika ada kamar lain di parelemen yang berjuang untuk rakyat.
Sementara Senator asal Kaltim Aji Mirna, ST, MM mengangkat isue-isue aktual dan permasalahan di daerah yang seseungguhnya membutuhkan negara hadir.
Editor: Maxi Heru