BLT Diduga Tak Tepat Sasaran dan Pilih Kasih, Kumtua Ruru Sebut Silahkan Lapor

Kawangkoan Barat, Fajarmanado.com — Penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa telah memasuki tahap ke tiga. Sejumlah warga yang tak kebagian dana terdampak ekonomi Covid 19 ini pun semakin nyaring mengeluh.

Keluhan datang dari sejumlah penduduk Desa Ranolambot, Kecamatan Kawangkoan Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

Mereka senada menilai penetapan keluarga penerima BLT Dana Desa Ranolambot tidak mengacu pada petunjuk teknis melalui surat edaran Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (Kemen Desa PDTT). Penentuan keluarga penerima manfaat (KPM) BLT Dana Desa 2020 dianggap pilih kasih.

Pada prinsipnya, semua masyarakat, termasuk di Desa Ranolambot disebutkan, ikut terdampak ekonomi oleh pandemi Coronavirus Disease 2019 atau Covid 19.

“Kami tahu alokasi Dana Desa tak akan mampu mengkaver semua keluarga di desa kami yang bukan penerima bansos BPNT dan PKH, maupun pegawai negeri, karyawan BUMN dan BUMD, pegawai swasta serta ASN, TNI, Polri dan pensiunan dengan BLT Dana Desa. Tapi, kebijakan penetapan KPM BLT Dana Desa di desa kami, jelas sangat-sangat keliru dan relatif tidak tepat sasaran,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.

Kekeliruan itu, kata tokoh masyarakat Desa Ranolambot ini, pertama soal jumlah KPM BLT Dana Desa dan ke dua adalah nama-nama penerima.

“Yang patut dipertanyakan, kenapa tidak sampai 50 orang penerima BLT Dana Desa. Bahkan, para penerimanya banyak yang kami lihat tidak lebih layak dari keluarga lain yang justru tidak menerima atau lebih layak dibantu,” ujarnya.

Ia kemudian menunjuk sejumlah keluarga lansia dan pengidap penyakit kronis yang dinilai tidak berdaya dibandingkan dengan penerima yang nyatanya masih produktif.

“Ada banyak contoh. Seperti, seorang wanita masih lajang, belum kawin. Dia sudah lama tidak tinggal di kampung, bekerja sebagai karyawan di salahsatu toko di Langowan, anehnya menerima BLT,” ungkapnya.

Sementara, sebut sumber, tak sedikit lansia, pengidap penyakit kronis dan keluarga tidak mampu yang tak kebagian bantuan sosial pemerintah, khususnya BLT dan BST.

“Penentuan penerima BLT di desa kami terkesan dominan dipengaruhi oleh Pilkades 2017 lalu,” tutur sumber.

“Kalu kami kwa, bukan pendukung Kumtua waktu Pilkades. Peitua so musti minum obat terus mar nda dapa. Kalu tu rumah sana, kumtua pe pendukung,” ujar seorang ibu dengan dialeg Manado campuran, sambil menunjuk rumah yang terpasang stiker penerima BLT, tak jauh dari kediamannya.

Menanggapi sorotan ini, Hukum Tua (Kumtua) Desa Ranolambot, Veki Ruru, SH menilai bahwa laporan masyarakat tersebut tak sesuai fakta.

Putar bale dorang, bilang pa dorang lapor pa kita kalu dorang enda senang
Kita enda tako kalu dorang mo lapor (Putar bale mereka, bilang sama mereka laporkan saya kalau mereka tidak senang Saya tidak takut kalau mereka laporkan,” komentarnya melalui jaringan WhatsAp, Minggu (19/7/2020).

Ia menegaskan bahwa dalam penentuan KPM BLT Dana Desa melalui Musdesus, dirinya tak bersikap pilih kasih.

Qt enda ba pilih orang, tu ada ba pilih pa qt deng enda ba pilih pa qt yang layak di bantu qt kase maso sesuai musdes (Saya tidak memilih orang yang memilih saya yang layak dibantu saya masukkan sesuai musdes,” paparnya.

Kumtua Veki mengungkapkan, sesuai hasil Musyawarah Desa (Musdes) hanya 40 kepala keluarga (KK)  yang diputuskan sebagai penerima BLT dan Bantuan Sosial Tunai (BST).

Para KPM BLT dan BST tersebut rata-rata pengidap penyakit kronis dan lansia yang terdampak sekali dengan pandemi covid 19.

Untuk itu, Kumtua Veki mengingatkan jangan mendengar laporan miring masyarakat seperti itu.

“Sudajo dengar pa dorang suru jo ba lapor kalo dorang keberatan (tidak usah dengar mereka suruh saja melapor kalau mereka keberatan,” tulisnya lagi lewat aplikasi WhatsAp.  (pro/ely)