Dinilai Menghianati Petani, Legislator Sulut Tolak PPN Pertanian dan Perkebunan

Manado, Fajarmanado.com — Kebijakan penetapan PPN untuk komoditas perkebunan dan pertanian mengundang reaksi keras dari legislator Sulawesi Utara (Sulut).

Sandra Rondonuwu, anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan dan Wenny Lumentut dari Fraksi Nyiur Melambai ini, senada menilai bahwa  penetapan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk komoditas produk perkebunan dan pertanian ini, bukan saja telah menghianati petani yang selama ini menjadi pahlawan ketahanan pangan.

Menurutnya, pemetapan PPN terhadap komoditas perkebunan dan pertanian tersebut juga terkesan ahistoris yang tidak paham nasionalisme Indonesia, yang justru berakar dari petani. Oleh Bapak Pendiri Bangsa, Sukarno disebut sebagai kaum Marhaenism Indonesia.

“Petani kita sedang terpuruk, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga diinjak-injak pula,” tandas SaRon, sapaan akrab Sandra Rondonuwu ketika bersama Wenny Lumentut, SE menggelar konferensi pers di Manado, Selasa (30/6/2020).

SaRon, yang dikenal gigih memperjuangkan nasib petani Sulut ini, menandaskan, seharusnya di situasi yang sangat sulit seperti pandemi Covid 19 yang belum jelas kapan akan berakhir ini, mendorong pemerintah untuk memberikan intensif bagi petani dan sektor perkebunan yang sudah terbukti menjadi banteng terakhir pertahanan ekonomi maupun politik di Indonesia.

“Ini malah lucu. Petani sekarang ini tidak selesai selesai menghadapi persoalan kelangkaan pupuk, ketergantungan bibit, dan segala keruwetan persoalan petani lainnya, malahan dibebani dengan PPN,” paparnya.

Persoalan petani selama ini sangat banyak yang tidak selesai. Seperti, reformasi agraria, dosa revolusi hijau orde baru yang masih menyisahkan, dan yang paling membekas adalah tataniaga cengkih yang dikuasai oleh keluarga cendana yang sampai hari ini telah mengakibatkan hancurnya komoditas cengkih.

“Sekarang petani diberi beban lagi dengan penarikan pajak pertambahan nilai. Ini kan cara berpikir yang jelas-jelas menghianati petani,” tandas SaRon yang juga anggota Komisi II Bidang Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan.

Menurut aktivis 98 ini, ada tiga argumentasi dasar untuk menolak pemberlakuan PPN ini.

Pertama, pertanian dan perkebunan ini umumnya terkait dengan ketahanan pangan yang selama ini kita perjuangkan dan jaga.

Kedua, komoditas pertanian dan perkebunan umumnya adalah produk bahan mentah (raw material) yang dalam produksinya juga akan terkena pajak saat menjadi produk jadi (finished good).

Ketiga, hasil pertanian yang memadai dapat meningkatkan daya beli (tricle down effect bagi perekonomian) sehingga roda ekonomi dapat bergerak semakin pesat demi kesejahteraan seluruh rakyat.

Karena itulah , SaRon meminta agar aturan soal pengenaan PPN itu harus segera dicabut dan diganti dengan peraturan pemerintah soal peningkatan sarana produksi pertanian.

“Pemerintah seharusnya menganggarkan pengadaan sarana produksi pertanian lebih besar lagi untuk memacu produksi pangan nasional. Selain itu juga melakukan berbagai terobosan sebagai upaya untuk smeningkatkan pemanfaatan teknologi tepat guna demi meningkatkan kesejahteraan petani. Bukan menambah beban petani,” tuturnya.

Penulis: Prokla Mambo

Editor : Herly Umbas