Mapahena: Hukum Seberat-beratnya Pelaku Cabul..!

Bitung, Fajarmanado.com – Kasus cabul terhadap anak dibawah umur yang terjadi akhir-akhir ini di Kota Bitung, mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan masyarakat. Tingginya angka kasus cabul di Kota Cakalang menimbulkan keprihatinan apalagi jika korbannya masih memiliki hubungan keluarga atau bahkan anak kandung. 

Menyikapi hal ini, Paktisi Hukum Kota Bitung, Ridwan Mapahena, SH, MH, kepada fajarmanado.com, Selasa (23/1), mengatakan bahwa pelaku kasus cabul harus mendapat hukuman yang berat. Apa yang (pelaku) lakukan sangatlah tidak manusiawi karena telah menghancurkan masa depan korban, apalagi jika korbannya adalah anak kandung. Tersangka bisa dijerat dengan Pasal 81 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimum 15 tahun pidana penjara dan denda 5 Milyar Rupiah. Dalam ayat (3), jika pelakunya adalah orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik dan tenaga kependidikan, maka hukuman pidana penjaranya ditambah 1/3.

“Kasus cabul yang terjadi pada anak dibawah umur apalagi dilakukan oleh orang tua kandung (incest), adalah tindakan yang sangat tidak menusiawi. Hukum seberat-beratnya pelaku cabul..!, sehingga ada efek jera bagi pelaku,” tegas Mapahena.

Menurutnya, disisi lain harus ada langkah-langkah kongkrit dari pihak Pemerintah Kota Bitung dalam hal ini instansi terkait dan juga semua komponen masyarakat untuk menyikapi kasus cabul terhadap anak dibawah umur. Kasus cabul di Kota Bitung untuk tahun 2017 berada diangka 24 kasus, sedangkan tahun 2018 khususnya dalam dua Minggu terakhir di bulan Januari ini sudah ada beberapa kasus cabul yang ditangani pihak Polsek.

“Ini membuktikan telah terjadi degradasi moral terhadap oknum-oknum pelaku kasus cabul, dan harus diseriusi oleh semua pihak khususnya Pemkot Bitung agar lebih proaktif menggelar sosialisasi maupun pembinaan sebagai tindakan pencegahan dikalangan masyarakat Kota Bitung disemua tingkatan,” jelasnya.

Ditambahkannya, lewat sosialisasi itu diharapkan juga ada langkah-langkah kongkrit terkait dengan cara korban untuk menghindar atau bahkan memberikan perlawanan sekalipun berada dibawah tekanan maupun ancaman pelaku. “Dan tak kalah pentingnya, bagaimana mengoptimalkan peran lembaga keumatan sebagai lembaga pembinaan spiritual dalam memberikan pencerahan bagi umatnya,” pungkas Mapahena.  (Jones Mamitoho)